Qatar 2022 : Piala Dunia Yang Setara (The Equal World Cup For Asia & Africa)

Barangkali Piala Dunia yang paling mengejutkan sejak saya menonton kompetisi tertinggi sepakbola ini dari tahun 1998. Fifa World Cup 2022 Qatar, diluar begitu banyak kritikan yang menerpanya dan kebanyakan tidak berkaitan dengan sepakbola itu sendiri, nyatanya menjadi sebuah turnamen yang berhasil (sejauh ini) serta setara.

Bukan setara sebagai sesuatu yang diproteskan oleh timnas Jerman dengan menutup mulut mereka, tetapi setara, seimbang, tidak ada lagi negara yang superior dalam sepakbola. Bayangkan pada babak grup, Arab Saudi mampu menumbangkan calon juara Argentina dengan Lionel Messi didalamnya.

Kejutan tidak berhenti disitu saja, karena Jepang diluar dugaan mampu menunjukkan permainan yang bagus dengan meraup dua kemenangan atas raksasa sepakbola, Jerman dan Spanyol. Ketika melawan Jerman, para pemain Jepang sukses menunjukkan hasil “belajar’ mereka di Bundesliga karena mampu unggul dan akhirnya “menutup mulut” Manuel Neuer beserta rekannya.

Masih tentang Jepang, Piala Dunia kali ini juga menunjukkan bagaimana teknologi yang sudah sedemikian detail mengatur permainan sebelas lawan sebelas. Penggunaan kamera diberbagai sudut, akhirnya menentukan bahwa bola yang dari sudut tertentu terlihat sudah keluar lapangan, namun dari sudut atas masih terlihat ada sedikit bagiannya yang mengapung diatas garis lapangan, membuat wasit memutuskan gol kemenangan Jepang ke gawang Spanyol merupakan sesuatu yang sah.

Bagi tim Singa Atlas, Maroko, Piala Dunia kali ini bisa jadi merupakan sebuah standar baru bagi generasi yang akan datang, bukan hanya untuk anak muda Maroko tetapi juga bagi seluruh Benua Afrika. Hakim Ziyech, Roman Saiss, Yassine Bounou dan yang lainnya mematahkan “kutukan” perempatfinal dengan menjadi wakil Benua Afrika pertama yang lolos ke semifinal sepanjang sejarah Piala Dunia. Lebih menarik lagi karena dari empat kontestan semifinalis Piala Dunia 2022, mereka paling sedikit kebobolan.

Permainan fisik ditambah keuletan dan kegigihan mereka mengejar bola yang tengah dikuasai lawan, serta serangan balik cepat, tentunya membuat Prancis akan sangat memperhitungkan Maroko. Apalagi dalam babak grup, juara Piala Dunia 2018 ini bahkan sempat dikalahkan oleh wakil Afrika lainnya yaitu Tunisia yang kali ini memperbaiki catatan rekor mereka dengan satu kemenangan, satu imbang dan satu kekalahan. Fyi, gaya permainan Tunisia hampir mirip dengan Maroko.

Bagi Benua Asia, selain kejutan yang sudah disebutkan diatas, catatan lainnya adalah untuk kali pertama Piala Dunia diselenggarakan di jazirah arab. Kemudian, teknologi bukan hanya diterapkan dalam permainan sepakbola saja, tetapi juga pada infrastruktur stadion, karena cuaca panas Qatar dapat diatasi dengan sistem pendingin atau AC yang konon terinspirasi dari sistem pendingin pada mobil. Banyak yang menyebutkan bahwa penonton yang hadir langsung alih – alih kepanasan justru merasa kedinginan.

Catatan berikutnya adalah bagaimana kegigihan Korea Selatan yang berhasil lolos dari lubang jarum dengan mengalahkan Portugal dipertandingan terakhir babak grup. Bahkan bagi saya ini rasanya mengulang momen pada Piala Dunia 2018 ketika tim negeri Ginseng ini mengalahkan Jerman. Proses gol kedua Korea Selatan ke gawang Portugal agak mirip dengan gol yang mereka cetak ke gawang Jerman, dengan Son Heung Min yang melakukan sprint dari daerah pertahanannya sendiri.

Terkadang lupa jika Australia merupakan bagian dari wakil Benua Asia. Padahal mereka di Piala Dunia kali ini berhasil membuat sebuah kemajuan. Setelah terakhir kali lolos ke babak 16 besar pada 2006, dan tiga edisi selanjutnya mereka hanya sampai babak grup saja, kali ini The Socceroos masuk ke babak 16 besar dengan permainan yang baik.

Dua kali segrup dengan Brazil pada Piala Dunia 1994 dan 2014, dua kali pula “The Indomitable Lion” Kamerun kalah. Tetapi tidak sekarang karena dalam pertandingan terakhir Grup G, justru Brazil yang bertekuk lutut ketika dimenit 92, sundulan Vincent Aboubakar menghujam ke pojok kiri bawah gawang yang dijaga Ederson.

Seandainya ada yang berkata hasil mengejutkan yang ditorehkan tim dari Benua Afrika dan Asia akibat pengaruh jadwal Piala Dunia yang digelar diluar kebiasaan karena dimulai Bulan November, dengan alasan pada pertengahan tahun musim panas di Qatar akan menyulitkan para pemain yang tidak terbiasa dengan hawa panas, tetapi disisi lain kompetisi empat tahunan dilakukan ditengah jadwal kompetisi klub yang padat yang memungkinkan para pemain kelelahan, itu bisa saja diterima. Namun harus diingat pula, kompetisi di Asia, Afrika pun tengah bergulir, kemudian para pemain yang dibawa oleh negaranya masing – masing banyak yang berkarir di eropa dan rata – rata merupakan pemain utama dilevel klub.

Sepertinya kita harus mengingat kembali ungkapan pemain timnas Prancis, Ousmane Dembele, saat ditanya oleh jurnalis bagaimana tanggapannya mengenai kekalahan Jerman dari Jepang. Sempat menunjukkan rasa terkejut, namun akhirnya ia menjawab bahwa pada era sepakbola modern yang begitu taktis, kekuatan semua tim hampir sama. Sedikit saja kesalahan dapat berarti kekalahan.

Kita pun harus mengingat persebaran pemain dari berbagai negara untuk berkompetisi di Eropa, pada akhirnya memberikan andil bagi “kesetaraan” diatas lapangan.

Author: catatanbujangan

masih bujangan sampai saat blog ini dibuat

Leave a comment