PSSI Panik

Liga Prima Indonesia ( LPI/IPL) sebagai Kompetisi asuhan PSSI kabinet Djohar Arifin terancam eksistensinya. Hal ini dikarenakan klub – klub besar sepakbola Indonesia memilih untuk mengikuti Liga Super Indonesia( LSI ), meneruskan apa yang telah mereka jalani beberapa tahun terakhir ini. Terakhir Persib Bandung memutuskan untuk mengikuti Liga Super Indonesia, setelah syarat yang mereka ajukan, bahwa IPL harus diikuti 18 klub sesuai kongres Bali tak dipenuhi PSSI.

Pertanyaannya mengapa LPI tidak diminati oleh klub – klub besar yang mempunyai basis suporter dengan jumlah besar? Hal ini diakibatkan oleh ketidakjelasan PSSI dalam merancang kompetisi.

Awal sekali PSSI menghapus kasta – kasta sepakbola dengan membuka pendaftaran bagi semua klub sepakbola dari berbagai divisi dan bahkan klub – klub LPI ( liga setengah musim yang dibentuk Arifin Panigoro ) untuk bisa mengikuti kompetisi teratas / level I, persyaratan pendaftaran hanya seputar masalah administrasi. Namun akhirnya, walaupun banyak klub dari berbagai divisi mendaftar, PSSI yang dikritik, kembali menetapkan klub eks LSI musim lalu yang menjadi peserta kompetisi teratas ( karena memang begitu seharusnya ).

Tetapi kemudian langkah lain diambil PSSI dengan memberikan promosi gratis kepada 6 klub dari divisi utama dengan alasan yang dibuat – buat seperti pesanan sponsor dan klub bersejarah. Sehingga jumlah peserta kompetisi level I menjadi 24 klub. Mayoritas klub eks LSI menolak hal ini, karena ini sama saja meniadakan nilai – nilai sportivitas.

Disisi lain, PSSI bak seorang ilmuwan, membuat kloningan – kloningan klub – klub. Persija dan Arema adalah dua klub yang menjadi kelinci percobaan PSSI. PSSI malah mengakui Hadi Basalamah sebagai pemilik Persija. Hal yang sangat ditolak. Karena Hadi Basalamah tak dikenal sebelumnya dan malah merupakan pemilik Jakarta FC ( klub eks LPI ). Kini Persija Basalamah ( yang sebenarnya PS .Halim ) berisikan para serdadu Angkatan Udara dan pemain – pemain eks Jakarta FC. Bambang Pamungkas, Ismed Sofyan ikon Persija, tetap bergabung dengan Persija dibawah kepemimpinan Ferry Paulus, ketua yang terpilih berdasarkan Rapat Umum Anggaran klub – klub anggota Persija.

Terakhir yang menjadi bahan ujicoba PSSI adalah PSMS. PSMS yang memutuskan setia di PT.Liga Indonesia, dibuatkan kloningannya oleh PSSI dengan nama PSMS 1950.

Persib sempat diisukan dibuat kloningan, dengan nama Persib 1933 ( nama khas klub – klub bentukan Arifin Panigoro yang selalu mencantumkan tahun dibelakang nama klub ). Beruntung tidak sampai terjadi, karena “Maung Bandung” akhirnya ikut LSI.

Dalam sebuah artikel disebutkan kenapa sampai ada klub – klub KW/kloningan. Ini tak lain adalah usaha PSSI yang ingin menerapkan sistem pengelolaan klub sesuai keinginan mereka sekaligus meraup untung dari klub – klub kloningan tersebut dengan melihat fakta bahwa klub – klub ini merupakan klub besar dan bersejarah.

Sistem pengelolaan klub yang diinginkan PSSI adalah apa yang diterapkan di LPI (Liga Setengah Musim). Klub – klub akan dihidupi oleh PSSI melalui dana pinjaman akibatnya semua pemasukan klub dari tiket penonton, sponsor, dan lain – lain langsung masuk ke PSSI. PSSI menginginkan semua klub yang ikut dalam LPI/IPL dibiayai oleh konsorsium tunggal.

Namun mayoritas klub menolaknya, karena APBD sudah dilarang untuk digunakan klub, dan efek lainnya adalah klub – klub akan diatur oleh PSSI sampai kedalam – dalamnya. Beberapa klub yang sudah mandiri pun menolak dengan sistem ini.

Disisi lain, LPI ( liga setengah musim) meninggalkan hutang yang besar, dan melalui LPI PSSI mencoba menutupi hutang. Munculnya klub – klub kloningan pun karena usaha untuk membayar hutang. Mereka membuat kloningan dengan harapan, klub – klub besar akan mendatangkan penghasilan yang besar pula. Tapi yang dilupakan PSSI adalah suporter pun tahu mana yang asli dan palsu.

PSSI juga tidak siap dan berpengalaman dalam menangani kompetisi. Orang – orang yang kini diserahi tanggungjawab untuk menangani kompetisi adalah orang – orang yang terbiasa mengurus bisnis tambang. Jadwal pun dicicil buatnya, tidak ada kejelasan.

Pertandingan yang digelar Sabtu ( 26/11 ) dan Minggu ( 27/11 ) meninggalkan cerita unik. Karena terlihat sekali ketidaksiapannya. Bola yang akan digunakan terdiri dari berbagai macam merk. Perangkat pertandingan tidak tersusun rapi. Asisten wasit yang ditugaskan dalam pertandingan Persiba Bantul ternyata domisili di Bantul juga.

Tetapi PSSI justru tidak menganggap semua kritikan dan masukan. Mereka yakin merekalah ahli dalam kompetisi tanpa mau belajar dari yang pengalaman.

Dalam sebuah wawancara di salah satu stasiun TV, seorang Wartawan Senior, menyebutkan bahwa LPI adalah kompetisi profesional dan berdaya jual. Suatu pernyataan yang kontradiktif karena apa yang terjadi adalah kebalikan dari kata – kata yang diucapkannya.

Tapi tak aneh, karena TV itu memang merupakan pendukung Arifin Panigoro sejak Liga Setengah Musim bergulir.

Yang jelas PSSI panik namun terus berusaha menutupi kepanikan mereka.

Author: catatanbujangan

masih bujangan sampai saat blog ini dibuat

Leave a comment